Polemik mengenai wacana gugatan rakyat untuk memecat anggota DPR kembali mengemuka di ruang publik. Salah satu politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hendra Prabowo, memberikan tanggapan kritis yang memicu perdebatan luas dengan pertanyaan tajam:
“Rakyat yang mana yang dimaksud?”
Latar Belakang Gugatan Rakyat Pecat DPR
-
Gugatan rakyat ini muncul sebagai respons atas kinerja DPR yang dinilai banyak pihak kurang memuaskan, terutama terkait beberapa kebijakan kontroversial dan isu korupsi yang masih marak.
-
Wacana ini mengusulkan adanya mekanisme recall atau pemecatan anggota DPR sebelum masa jabatan berakhir, dengan inisiatif langsung dari masyarakat melalui jalur hukum atau politik.
Pernyataan Hendra Prabowo
Dalam diskusi panel yang digelar di Jakarta pada 19 November 2025, Hendra menegaskan:
“Kalau mau bicara soal gugatan rakyat, kita harus jelas dulu siapa ‘rakyat’ yang dimaksud. Apakah seluruh rakyat Indonesia, atau kelompok tertentu yang merasa dirugikan? Karena DPR adalah representasi dari seluruh rakyat, bukan hanya segelintir pihak.”
Dia menambahkan, bahwa demokrasi harus tetap menjunjung asas keterwakilan dan hukum:
“Jika memang ada mekanisme yang legal dan sah untuk menyuarakan ketidakpuasan, harus melalui jalur yang benar, bukan sekadar klaim sepihak.”
Reaksi dari Berbagai Pihak
-
Pengamat Politik, Dr. Siti Aisyah, menyatakan bahwa pernyataan Hendra membawa refleksi penting soal definisi “rakyat”.
“Sering kali istilah ‘rakyat’ dipolitisasi untuk kepentingan tertentu, sehingga harus ada kejelasan dan prosedur yang fair dalam mekanisme recall anggota DPR.”
-
Aktivis Sipil, Andi Santoso, mengkritik sikap tersebut:
“Ini seperti menghindari tanggung jawab. Kalau memang DPR sering kali tidak aspiratif, rakyat harus punya hak memperbaiki melalui recall.”
-
Masyarakat Umum juga terbagi antara yang mendukung recall dan yang merasa mekanisme tersebut rawan disalahgunakan.
Perspektif Hukum
-
Secara hukum, mekanisme recall untuk anggota DPR pusat di Indonesia saat ini belum diatur secara jelas dalam UU MD3 atau UU Pemilu.
-
Beberapa usulan sedang dibahas di DPR untuk membuka peluang recall sebagai bagian dari reformasi demokrasi.
-
Namun, pelaksanaannya tetap harus melalui prosedur ketat agar tidak menimbulkan kegaduhan politik.
Kesimpulan
Pernyataan politikus PDIP ini membuka perdebatan soal legitimasi dan definisi “rakyat” dalam konteks gugatan pemecatan anggota DPR.
Dialog dan diskusi lebih lanjut sangat dibutuhkan agar demokrasi di Indonesia berjalan sehat, menghargai suara rakyat yang sebenarnya, dan menjaga stabilitas politik.