Sebuah penampilan dari grup dangdut Trio Srigala di Pendopo Kabupaten Pati mendadak menuai perhatian luas dari publik. Tampil dengan gaya khas mereka yang enerjik dan penuh goyangan, aksi panggung tersebut menjadi viral dan memicu pro-kontra di kalangan masyarakat, terutama karena berlangsung di kawasan resmi milik pemerintah daerah.
Trio Srigala dikenal dengan gaya panggung yang atraktif dan busana yang cukup berani, sehingga penampilan mereka dalam sebuah acara di Pendopo, yang biasanya identik dengan acara formal, dianggap tak sesuai oleh sejumlah kalangan.
Respons Masyarakat: Sorotan pada Etika Acara
Video aksi panggung Trio Srigala yang tersebar di media sosial menunjukkan ketiganya tampil di atas panggung di hadapan tamu-tamu undangan, termasuk pejabat setempat. Sebagian masyarakat menyayangkan penampilan tersebut karena dinilai kurang pantas untuk digelar di lingkungan pemerintahan, apalagi di pendopo kabupaten yang selama ini dianggap sebagai simbol kehormatan dan formalitas pemerintahan daerah.
Berbagai komentar bermunculan, mulai dari nada satir hingga kritik terbuka terhadap panitia pelaksana acara. Banyak yang mempertanyakan bagaimana kurasi penampilan bisa sampai melibatkan grup dengan nuansa hiburan malam untuk acara di ruang publik resmi.
Bupati Pati Beri Klarifikasi dan Permintaan Maaf
Menanggapi polemik yang berkembang, Bupati Pati akhirnya angkat bicara. Dalam pernyataannya, ia menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat yang merasa tidak nyaman dengan penampilan tersebut. Ia menjelaskan bahwa penampilan Trio Srigala merupakan bagian dari hiburan dalam rangkaian acara tertentu dan tidak ada maksud untuk mencederai nilai-nilai budaya atau etika pemerintahan.
“Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang timbul dari penampilan hiburan tersebut. Ke depan, kami akan lebih selektif dalam memilih pengisi acara agar sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat Pati,” ujar Bupati.
Evaluasi ke Depan
Polemik ini membuka ruang diskusi lebih luas mengenai standar penyelenggaraan acara resmi di lingkungan pemerintahan. Banyak pihak mendesak agar setiap pertunjukan di ruang-ruang publik pemerintahan disesuaikan dengan konteks dan audiensnya, termasuk mempertimbangkan nilai budaya dan religius yang berlaku di masyarakat setempat.
Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh penyelenggara acara di lingkungan pemerintahan agar lebih cermat dan sensitif terhadap konten hiburan yang ditampilkan. Meskipun niat awalnya adalah memberikan hiburan, namun etika dan norma sosial tetap harus menjadi prioritas.