Jakarta / Sumatra — Krisis kesehatan mengintai korban banjir dan longsor di beberapa provinsi Sumatra. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kini menjadi sorotan karena banyak pihak mendesak agar pengiriman tenaga kesehatan (nakes), obat-obatan, dan logistik medis dipercepat ke lokasi bencana — agar penanganan darurat tak hanya sebatas distribusi bantuan, tapi juga penyelamatan nyawa dan pencegahan penyakit.
🚨 Latar Belakang: Mengapa Mendesak
-
Menurut laporan pasca-bencana, di wilayah terdampak seperti Sumatera Barat (Sumbar), kasus penyakit meningkat drastis: dari ISPA (infeksi saluran pernapasan), diare, penyakit kulit, hingga demam dan penyakit kronis lain tercatat berlipat sejak banjir dan longsor. Berita Nasional+1
-
Lingkungan pengungsian yang padat, sanitasi buruk, dan kurangnya air bersih memperburuk risiko kesehatan — terutama bagi anak-anak, lansia, dan ibu hamil. detiknews+1
Karena itu, sebuah respons kesehatan cepat bukan cuma opsi — tapi wajib.
Tekanan dari DPR: Permintaan Konkret ke Kemenkes
Beberapa anggota Komisi IX DPR RI secara vokal mendesak Kemenkes untuk segera mengirim tim medis ke lokasi bencana. Permintaan ini muncul karena dianggap — respons awal masih belum cukup mengatasi kebutuhan di lapangan. detiknews+2detiknews+2
-
Dalam pernyataannya, wakil DPR mendesak agar “dokter, nakes, dan obat-obatan segera turun” ke Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatra Barat. Sindonews Daerah+1
-
Bahkan ada usulan agar Kemenkes membentuk Satgas Nakes Tanggap Bencana — semacam tim kesehatan darurat permanen yang siap dikerahkan kapan saja terjadi bencana. detiknews+1
Intinya: bukan cuma kirim obat & logistik, tapi “pasukan medis” yang siap tanggap cepat diperlukan.
Respon Awal dari Kemenkes — Tapi Dinilai Belum Cukup
Kemenkes sudah bergerak — mengerahkan tim ke beberapa lokasi terdampak, serta mengirim suplai medis dan logistik dasar seperti masker, obat-obatan, dan peralatan darurat. ANTARA News+2VOI+2
Namun DPR dan sejumlah aktor kemanusiaan mengatakan distribusi tersebut belum merata — banyak pengungsi dan korban bencana yang belum mendapatkan layanan kesehatan memadai, terutama di wilayah terpencil dengan akses sulit. detiknews+2Sindonews Daerah+2
Kondisi ini memperlihatkan bahwa kecepatan dan cakupan distribusi — bukan sekadar “sudah dikirim” — menjadi masalah utama.
Potensi Risiko Jika Penanganan Tertunda
Bila tenaga medis & logistik tidak kunjung lengkap, sejumlah risiko bisa muncul:
-
Lonjakan pasien ISPA, diare, infeksi kulit, demam — terutama di pengungsian — bisa menyebabkan wabah. Berita Nasional+1
-
Kelompok rentan seperti anak-anak, ibu hamil, lansia bisa lebih rentan terhadap komplikasi penyakit. detiknews+1
-
Fasilitas kesehatan lokal (rumah sakit, puskesmas) yang rusak akibat bencana — seperti yang dilaporkan di beberapa rumah sakit di Sumatra — membuat penanganan medis lebih sulit. ANTARA News+1
Kenapa Kemenkes Perlu Gerak Cepat dan Masif Sekarang
-
Karena bencana sudah terjadi — artinya setiap hari terhitung sebagai “zona merah” untuk kesehatan publik. Delay = konsekuensi nyata: sakit, malnutrisi, penyakit menular.
-
Distribusi obat/logistik saja tidak cukup — perlu dokter, perawat, tenaga medis terlatih, plus layanan kesehatan mobile ke area terdampak.
-
Membangun sistem tanggap cepat (misalnya Satgas Nakes Tanggap Bencana) bisa mempercepat respon di masa depan — bukan hanya ad-hoc.
Kesimpulan
Desakan kepada Kemenkes bukan sekadar klaim politik — ini bentuk kritis terhadap realitas kesehatan korban bencana. Untuk mencegah “krisis kesehatan dalam krisis bencana”, Kemenkes harus bergerak cepat: kirim tim medis, perkuat logistik kesehatan, jalankan monitoring penyakit, dan siapkan satgas darurat. Menunda berarti mempertaruhkan nyawa.